OPERASI 67 - KEHIDUPAN YANG BARU




“Pergilah!” ucap Tama. “Tapi bagaimana dengan dirimu?” Tanya Raka kembali. “Tenanglah, aku tidak apa-apa disini. Sekarang lebih baik kau…” tiba-tiba segerombolan makhluk datang dari sebuah tempat lainnnya yang gelap, masih kurang jelas apa sebenarnya makhluk itu. “CEPAT PERGI DARI SINI!” teriak Tama kepada Raka dengan suara yang lantang.

Beberapa hari sebelumnya...
Jakarta, Tahun 2050. Beberapa tahun belakangan ini kondisi kota tersebut semakin memburuk saja. Saking buruknya, ibukota Republik Indonesia harus dipindahkan menuju ke pulau Kalimantan dimana para rakyat dan pemerintah membentuk sebuah kota pusat baru yang bernama Jakartabaru. Dengan pemilihan nama itu pun diharapkan bisa mengulang kembali kesuksesan kota metropolitan tersebut.

Kehancuran di Kota Jakarta memang bisa terbilang sangat parah, bahkan serangan senjata biologi atau biological weaponry yang dilakukan oleh Korea Utara dengan tujuan menyerang pangkalan utama Russia yang merupakan sekutu Republik Indonesia pada Perang Dunia ke-3 langsung menghancurkan Jakarta dan sekitarnya. Mimpi buruk berkepanjangan serta trauma yang mendalam menghantui seluruh warga Indonesia. Hal itu pun dirasakan oleh Raka, pemuda 25 tahun yang kehilangan kedua orangtua serta seorang adik perempuannya. Raka sendiri adalah sebuah anggota tentara ‘INDONESIAN TASK FORCE’ atau ‘ITF’ yang merupakan sebuah tingkatan tertinggi dalam dunia permiliteran Indonesia. Bersama Tama, sahabat karib Raka dari masa kecil hingga sekarang. Mereka berdua bahu membahu dalam membela Republik Indonesia.

Suatu hari, di sebuah barak tentara Indonesia. Kedua sahabat setia ini sedang berbincang.
“Ram, aku ingin memberi tahu tentang suatu hal kepadamu.” Tanya Raka kepada Tama dengan kondisi seperti orang kebingungan.
“Apakah itu?” balas Tama. “Aku akan mengundurkan diri dari ITF” jawab Raka. “APA?!” sontak Tama kaget dengan pernyataan Raka, terlebih menjadi anggota ITF merupakan cita-cita mereka sewaktu kecil.
“Mengapa kau berkata seperti itu?” tanya Tama.
“Perang terakhir yang terjadi itu sudah cukup, aku tidak ingin ada lagi pertumpahan darah” balas Raka.
“Tentu aku tahu bagaimana perasaanmu, kita semua merasa kehilangan. Tapi kau harus bisa lepas dari itu. Itu merupakan takdir dari Tuhan.” Kata Tama.
“Kau sama sekali tidak tahu rasanya bagaimana orang terdekatmu hilang begitu saja, bahkan sampai tidak sempat untuk mengucapkan selamat tinggal.” Jawab Raka dengan sedikit emosi.
Tama memang tidak memiliki orang yang dekat. Tama merupakan anak tunggal dari pasangan yang kurang harmonis. Orang tua Tama bercerai ketika ia berusia 8 tahun dan ia tinggal bersama Ayahnya yang merupakan seorang penambang. Sehubungan dengan pekerjaan itu, Ayah Tama pun jarang bertemu dengan anaknya. Sehingga orang terdekat yang Tama punya mungkin hanya Raka.
“Baiklah, jika keputusanmu itu memang sudah bulat. Silahkan.” Tama berkata.

“KEPADA RAKA NOMOR ID 10 DAN TAMA NOMOR ID 13, DIHARAPKAN SEGERA MENGHADAP KERUANG KOMANDAN” tiba-tiba pengeras suara berbunyi.

“Apa itu ya Ram?” tanya Raka.
“Entahlah, lebih baik kita segera menghadap ke komandan.” Jawab Tama.
“Kau benar.” Balas Raka.

Kedua sahabat ini pun segera menghadap ke ruang komandan. Sesampainya disana mereka pun langsung melapor.
“Permisi komandan, ada apa?” tanya Tama.
“Kalian berdua silahkan ikuti saya.” Dengan raut wajah yang cukup serius, sang Komandan menjawab. Raka dan Tama sama sekali bingung, mereka tidak tahu menahu sama sekali dengan apa yang akan dilakukan Komandan. Mereka pun dibawa menuju kesebuah tempat rahasia di pangkalan ITF, tempat itu seperti sebuah ruangan rapat dengan kondisi sangat tertutup tanpa ada jendela satupun. Hanya ada sebuah lampu yang menerangi ruangan tersebut. Didalam situ, mereka sudah disambut oleh beberapa orang yang Raka dan Tama tidak kenali.

“Jadi Komandan Ricky, apa mereka berdua yang anda maksud itu?” tanya seseorang yang menggunakan setelan rapi. Namun tidak tampak wajahnya, karena lampu hanya menerangi dari kepala kebawah.
“Ya benar, mereka adalah Nomor 10 dan 13. Mereka yang terbaik.” Balas komandan. Melihat situasi yang aneh ini Raka dan Tama pun semakin bingung, terlebih Raka yang sebenarnya dari awal sudah ingin keluar dari ITF.
“Ada apa ini? Terbaik?” Raka bertanya dengan sedikit emosi.
“Tenanglah nak. Petugas, bawa mereka ke HQ (Headquarters/tempat pusat)” jawab sosok misterius tadi.
“HQ apa? Mengapa tidak ada pemberitahuan sebelumnya kepada kami?!” Tama berbicara.
“Diamlah nak! Semakin sedikit yang kau tahu, semakin baik!” Jawab seorang petugas.
BAM! Para petugas memukul Raka dan Tama dari belakang, dan memakaikan penutup hitam di kepala mereka berdua.

“Apa yang telah terjadi? Dan dimana ini?” tanya Raka dalam hati. Raka sedikit ling-lung ia tidak mengetahui apa yang terjadi sebelumnya. Yang ia kini tahu hanyalah, ia sedang ditutupi sebuah kain hitam, seluruh badan diikat dan mungkin berada di tempat yang terisolasi, karena tidak ada suara apapun. Sungguh sunyi. Tiba-tiba terdengar sebuah langkah kaki yang mendekati Raka.

“Siapa disana!” Teriak Raka.
“Whoa! Tenanglah nak!” ucap seseorang itu kepada Raka. Orang itu pun membuka kain penutup kepala Raka.
“Siapa kau?” tanya Raka kepada orang itu.
“Aku? Aku bukanlah siapa-siapa” jawab orang itu, sembari melepaskan ikatan Raka.
“Apa yang kau maksud?” balas Raka yang kebingungan.
“Haha, maaf membuatmu bingung. Panggil saja aku Tuan Putih” jawab orang itu yang sedang membantu Raka untuk bangun. “Sini, mari kubantu kau” ia pun menuntun Raka keluar dari tempat itu.
Raka pun menuruti perintah pria yang berusia sekitar 40 tahunan itu, berkulit putih dan juga memiliki postur tubuh yang cukup tinggi.
“Sebenarnya, dimana ini?” tanya Raka.
“Ini adalah markas pusat BOT” jawab Tuan Putih.
“BOT? apa itu?” tanya Raka yang bingung.
“Tenanglah nak, kau akan segera mengetahuinya” jawab Tuan Putih.
“Kemana kita akan menuju?” tanya Raka.
“Menjemput temanmu” Tuan Putih menjawab.
“Temanku?” Raka masih bingung akibat hantaman tadi.
Mereka pun segera masuk menuju kesebuah ruangan, terlihat seorang laki-laki dengan kondisi badan terikat. Lelaki itu pun terus-menerus berteriak.
“HEI PECUNDANG, PERLIHATKAN SOSOKMU, DAN LEPASKAN AKU DARI SINI”
“Hei hei, tenanglah nak.” Jawab Tuan Putih.
“SIAPA KAU? CEPAT LEPASKAN AKU!” teriak lelaki itu.
“Cepat kau buka tutup kainnya, sementara aku melepas talinya” bisik Tuan Putih kepada Raka.
Raka pun melepas kain penutup tersebut.
“Raka?”
Raka pun tersadar, bahwa itu adalah Tama temannya.
“Raka! Apa benar itu kau?!” teriak Tama.
“Iya Tama! Benar ini aku!” jawab Raka.
“Sebenarnya apa yang telah terjadi disini?” tanya Tama.
“Entahlah Tam, aku juga bingung” jawab Raka.
“Sudah selesai temu kangennya? Haha” guyon Tuan Putih.
“Siapa dia?” tanya Tama kepada Raka.
“Dia adalah Tuan Putih, dia yang membantu melepaskanku” jawab Raka.
“Salam kenal, nak!” ucap Tuan Putih sambil menepuk pundak Tama. “Kalau begitu, mari silahkan kalian berdua ikuti aku.”

Dalam perjalanan mengikuti Tuan Putih. Raka ingin sekali mengetahui siapakah sosok sebenarnya Tuan Putih itu. Ia pun bertanya kepada Tuan Putih.
“Hei Tuan Putih, siapa namamu sebenarnya?” tanya Raka.
“Sudah kubilang, namaku Tuan Putih” jawabnya. Mengetahui sifat Tuan Putih yang tertutup, Raka pun berhenti mengajukan pertanyaan kepadanya.
“Kau sendiri, siapa nama aslimu? Aku hanya mengetahui nomor ID mu.” Tanya Tuan Putih.
“Namaku? Aku Raka dan ini sahabatku Tama” balas Raka.
“Apa kau memiliki keluarga?” tanya Tuan Putih yang penasaran.
Raka hanya tertegun diam, Ia pun kembali mengingat insiden kelam tersebut.
“Oh insiden Jakarta? Maafkan aku bertanya seperti itu” ucap Tuan Putih.
“Iya, tidak apa-apa..” balas Raka.
“Apakah tujuan kita masih jauh?” ucap Tama.
“Nah, kita sudah sampai.” Balas Tuan Putih.

Mereka pun sampai ke tempat tujuan. Didalam ruangan itu, mereka sudah ditunggu oleh beberapa orang.
“Prof. Andi, inilah mereka perwakilan dari ITF” ucap Tuan Putih ke salah satu orang yang sudah menunggu.
“Salam no 10 dan 13! Bagaimana keadaan kalian?” Jawab Prof. Andi
“Baik, kau bisa memanggilku Raka dan temanku ini Tama.” Jawab Raka.
“Sebenarnya, ada apa kalian membawa kami?” tanya Tama dengan raut penuh kebingungan.
“Nah, tentu kalian pasti bingung mengapa kami membawa kalian semua. Tapi sebelum itu, silahkan perkenalkan diri kalian masing-masing” sambil menunjuk kearah orang yang lainnya.
Mereka pun saling memperkenalkan diri mereka masing-masing.
“Perkenalkan aku Lee, usiaku 24 tahun. Aku adalah seorang anggota intelejen khusus yang dibentuk oleh pemerintah untuk menyusup ke markas Korea Utara.” Ucap seorang lelaki yang berpostur ramping namun tinggi itu.
“Aku Joe. 28 tahun. Aku adalah anggota korps khusus Destroyer yang handal dalam pertarungan jarak dekat dan penggunaan senjata berat” ucap pria yang memiliki postur tinggi tegap serta berotot besar.
“Aku Raka, 25 tahun. Serta temanku Tama yang juga berusia sama. Kami adalah anggota ITF” ucap Raka.
“Beberapa dari kalian sudah mengenalku, namaku sebenarnya adalah Alex. 43 tahun. Aku adalah mantan anggota ITF” ucap Tuan Putih.
“Alex? Apakah dia Alex si legenda ITF itu?” bisik Tama kepada Raka.
“Entahlah..” balas Raka.
“Nah kalian sekarang sudah saling memperkenalkan diri, semoga kalian segera bisa cepat akrab demi menjalani misi ini.” Ucap Prof. Andi.
“Misi? Misi apa?” ucap Raka.
“Mari aku jelaskan secara detail.” Balas Prof. Andi.

Diruangan tersebut, Profesor Andi menjelaskan segala hal kepada Raka, Tama, Lee, Joe, dan Tuan Putih. Ya, mereka berlima direkrut oleh ‘BOT’ atau ‘BLACK OPERATION TEAM’ yang merupakan suatu aliansi yang dibentuk secara rahasia oleh para petinggi militer serta ilmuwan untuk melakukan suatu operasi khusus yang cukup berbahaya.

“Ingat tentang penyerangan Korea Utara kepada markas pusat Russia di Jakarta?” tanya Prof. Andi.
“Yap.” Jawab semua secara serentak.
“Aku ingin kalian semua menyusup kesana.” Kata Prof. Andi.
“Apa? Menyusup ke area terlarang itu? Apa kau sudah gila?” ucap Lee.
“Tentu saja tidak, aku pun berkata demikian bukan tanpa alasan. Beberapa waktu belakangan ini, radar Indonesia mendapat sebuah transmisi sinyal dari suatu benda disana. Kami menduga bahwa disana tertinggal sebuah data yang sangat rahasia bagi negara manapun. Jika data tersebut jatuh kepada tangan yang salah, Perang Dunia ke-4 bisa saja terjadi.” Profesor Andi menjelaskan.
“Tapi, bukankah itu daerah terlarang? Kabarnya daerah itu terkontaminasi oleh suatu gas yang beracun akibat serangan dahsyat waktu itu.”  Tanya Joe.
“Ingat, banyak sekali ilmuwan yang bekerja untuk BOT. Jadi kalian semua tenang saja, kami sudah menyiapkan pakaian khusus yang bisa melindungi kalian dari ancaman gas berbahaya tersebut. Jadi, apa kalian siap?” ucap Prof. Andi.
“Bagaimana, jika aku menolak melakukannya?” kata Raka.
“Kami terpaksa membunuhmu, karena hal ini sangat rahasia.” Jawab Tuan Putih.
“Bah.. baiklah apa boleh buat. Kami semua akan ikut” ucap Raka.
“Kalau begitu kita akan segera persiapkan segalanya. Misi ini bisa dibilang sebuah misi bunuh diri. Kalian pulang dengan utuh, atau dengan kantung mayat. Ini semua bergantung pada diri kalian sendiri. Misi ini kita akan sebut dengan ‘OPERASI 67’” ucap Tuan Putih.

Lalu, setelah perkenalan selesai. Akhirnya mereka menyiapkan segalanya, rencana, persenjataan, dan lainnya. Semua itu mereka siapkan dengan benar. Kalau salah, mungkin nyawa bisa menjadi taruhannya.
"Jadi, kalian akan diterjunkan dari ketinggian 5000 kaki. Berjalan kaki menuju markas dengan jarak sekitar 3 KM.” Ucap Komandan Ricky, yang bertugas untuk mengatur strategi.
“Wah wah tunggu dulu… apa udara hanya satu-satunya jalan kita?” tanya Joe, yang kebetulan memang sedikit phobia dengan ketinggian.
“Kita bisa melewati jalur darat ataupun jalur laut, itu alternative lainnya” balas Komandan Ricky.
“Nah, mengapa kita tidak mel…” belum selesai Joe berbicara, Komandan Ricky langsung memotong pembicaraannya.
“Jika kau ingin mati lebih dahulu akibat radar daerah sekitar yang mendeteksi, dan langsung menyerang menggunakan pesawat tanpa awak.” ucapnya.
“Jadi, apakah dengan melewati jalur udara merupakan jalur yang aman?” tanya Raka.
“Tentu saja, jalur udara yang sudah aku perhitungkan ini sangat aman. Aku telah meretas data radar milik Russia tersebut. Dan ternyata jika kita terbang dengan ketinggian kurang dari 6000 kaki. Pesawat kita tidak akan terlacak, tentu juga dengan bantuan perisai pelindung yang ada di pesawat.” Ucap Prof. Andi.
“Jadi, apa kalian siap?” tanya Komandan Ricky.
Semua anggota BOT pun saling bertatapan, dan saling menyatukan tangan mereka.
“Semua ini kita lakukan untuk ketentraman dunia. UNTUK DUNIA!” ucap Tuan Putih.
“UNTUK DUNIA!” diikuti oleh anggota lainnya.

Keesokan hari pun tiba. Persiapan yang matang serta strategi yang ciamik, membantu pelaksanaan OPERASI 67 ini. Saat-saat yang dinantikan pun tiba. Sekitar pukul 21.00 mereka berangkat menggunakan sebuah pesawat kargo menuju ke titik terjun atau Drop Zone. Didalam pesawat mereka semua berbincang antar satu sama lain. Mulai dari menceritakan kisah hidup masing-masing, hingga bercanda gurau. Sungguh, pada malam itu rasa tegang dan takut yang menyelimuti mereka hilang tergantikan oleh rasa hangat kedekatan para anggota. Tiba-tiba terdengar sebuah bunyi bel dan lampu merah menyala. Itu menandakan kalau para pasukan harus segera melakukan penerjunan.
“Apa kalian semua siap?” tanya Komandan Ricky.
“Siap!” serentak semua anggota menjawab.
Lalu, Komandan Ricky mendekati Raka dan Tama yang merupakan anak buah terbaiknya.
“Hei, aku tahu ini mungkin tugas terberat kalian. Tapi aku sangat yakin, kalian bisa melakukannya. Karena tidak hanya kekuatan yang menjadi andalan utama, namun kerjasama antar tim juga merupakan andalan yang penting. Dan reputasi kalian akan hal itu pun cukup baik. Karena itulah aku yang memutuskan untuk memilih kalian dalam operasi rahasia ini.” Ucap Komandan Ricky.
“Terima kasih Komandan, terima kasih telah mempercayai kami. Kami akan melakukannya hingga titik darah penghabisan.” Ucap Tama.
“Aku tahu itu. Semoga berhasil prajurit!” balas Komandan Ricky, ia pun menghampiri para anggota yang lainnya. Lalu, Tama berbicara kepada Raka.
“Hei Rak, aku tahu kau berniat untuk meninggalkan dunia ini. Jadi, kita harus lakukan ini dengan baik sebagai misi terakhir kita.” Ucap Tama.
“Yap, kau benar. Ini adalah misi terakhirku, dan untuk kita.” Balas Raka sambil bersalaman dengan Tama.
Komandan Ricky pun menginstruksikan agar semuanya bersiap. Para anggota BOT pun segera memakai parasut dan perlengkapan terjun lainnya. Pintu pesawat pun terbuka, para anggota BOT bersiap untuk terjun.
“Ingatlah! Ketika sudah turun, kalian harus segera kembali bersatu. Jangan berkeliaran sendiri, karena kita tidak tahu ada apa dibawah sana.” Ucap Komandan Ricky.
“Siap Komandan!” balas semua anggota BOT.
“Sampai jumpa di bawah, tim!” ucap Tuan Putih sambil berlari menuju pintu pesawat dan melompat ke bawah. Lalu Raka melompat, dan diikuti oleh Tama. Lee pun melompat setelah itu. Namun, Joe masih saja berdiri didekat pintu.
“Hei orang besar, apalagi yang kau tunggu? Cepatlah lompat!” ucap Komandan Ricky.
“Sial. Semoga saja tidak ada lagi penerjunan seperti ini kedepannya” ucap Joe dengan nada sedikit ketakutan. Ia pun segera melompat kebawah sambil berteriak.
“Aku tahu kalian pasti bisa” ucap Komandan Ricky sambil menutup pintu bagasi pesawat.

Gelap, dingin, dan rasa takut. Itu semua yang dirasakan oleh para anggota BOT. Terlebih Raka, Ia terus teringat kepada keluarganya yang menjadi korban senjata biologi. Sekitar 5 menit melayang di udara, akhirnya mereka satu persatu menginjakan kaki ke tanah. Namun, naas bagi Tama. Berbeda dengan anggota tim yang lainnya, ia mendarat di sebuah atap rumah sakit.
“Lapor, Raka kepada Tama. Sebutkan status. Ganti” ucap Raka yang sedang berkomunikasi dengan Tama.
“Laporan diterima. Aku mendarat di sebuah atap rumah sakit. Aku akan segera turun. Ganti” balas Tama.
“Kami akan segera menyusul kelokasi” ucap Raka kepada Tama. “Kita akan menyusul keatas sana” ucapnya kepada anggota yang lain sembari menunjuk kesebuah gedung tua yang cukup mengerikan.
“Hah? Jadi si bocah itu nyangkut di atas sana? Semoga dia tidak menangis ketakutan haha” gurau Tuan Putih.
“Sst, lebih baik kita segera kesana. Lebih cepat lebih baik” ucap Joe.
“Yup, dia benar” balas Lee.
Mereka pun segera menuju ke rumah sakit itu. Sesampainya disana, mereka terkejut karena terdapat banyak sekali mayat berserakan didalamnya. Bau busuk yang bahkan tercium hingga dibalik masker mereka serta tidak adanya pencahayaan sama sekali menyambut kedatangan mereka.
“Sial, bau sekali disini” ucap Joe.
“Bau? Aku rasa disini tidak ada bedanya dengan bau badanmu” balas Tuan Putih.
“Sialan kau, dasar lelaki tua” balas Joe.
“Hei hei hentikan, kita harus segera menemukan Tama” ucap Lee.
“Kalian semua sini, aku menemukan tangga keatas” ucap Raka.
Setelah menaiki tangga yang cukup tinggi, akhirnya mereka sampai diatas.
“TAMA, APA KAU ADA DISINI?” teriak Raka.
“AKU DISINI” balas Tama. Suaranya terdengar dari balik ruangan.
“Hei cepat dobrak pintu itu!” seru Lee.
“Siap, aku akan segera mendobraknya” ucap Joe.
Joe pun mencoba mendobrak pintu itu, namun ternyata pintu itu susah untuk didobrak.
“Sial, susah sekali. Aku akan mencoba mencari alat disekitar untuk membantuku membukanya” ujarnya. Joe pun mencari kesekeliling area tersebut, dan akhirnya ia menemukan sebuah kapak.
“Nah, dengan ini mungkin akan mudah untuk membukanya” ucap Joe, ia pun segera memukul pintu tersebut.
“Hei, apa kau mendengar sesuatu?” ucap Lee.
“Iya sepertinya aku mendengar suara langkah kaki” balas Raka.
“Hei Joe, cepatlah. Sepertinya kita kedatangan tamu” ucap tuan putih.
Tiba-tiba muncul beberapa sosok dari kegelapan, membawa berbagai macam senjata tajam. Para anggota BOT segera menembaki mereka, namun mereka masih bisa tetap berjalan.
“HEI, CEPATLAH!” teriak Tuan Putih.
Joe pun semakin mempercepat dan memperkuat ayunan kapaknya.
“Pergilah!” ucap Tama.
“Tapi bagaimana dengan dirimu?” Tanya Raka kembali.
“Tenanglah, aku tidak apa-apa disini. Sekarang lebih baik kau…” tiba-tiba segerombolan makhluk datang dari sebuah tempat lainnya yang gelap, masih kurang jelas apa sebenarnya makhluk itu.
“CEPAT PERGI DARI SINI!” teriak Tama kepada Raka dengan suara yang lantang.
“PAKAI THERMAL VISION (mode penglihatan berdasarkan tingkat suhu) KALIAN!” ucap seseorang yang entah siapa. Orang itu pun melemparkan sebuah bom asap kearah makhluk tersebut. Ternyata bom itu membuat para makhluk menjadi pusing.
“Itu tidak akan bertahan lama, jadi lebih cepat kalian mendobraknya” ucap orang misterius itu!
Joe pun selesai mendobraknya, dan Tama berhasil keluar. Tak lama setelah itu, para makhluk tadi kembali sadar dan mulai mengejar mereka.
“Sial, tak kusangka mereka semakin kuat. Cepatlah ikuti aku” ucap orang misterius.

Mereka pun segera berlari meninggalkan area tersebut. Setelah berlari mencoba menghindari serangan makhluk tersebut, ternyata jalan yang mereka lewati buntu dan hanya ada satu jendela yang menuju keluar dari rumah sakit.
“Sepertinya kita harus melompat keluar dari gedung ini” ucap orang misterius.
Orang misterius itu pun semakin mempercepat larinya dan menabrak kaca jendela. Ia selamat dari lompatan itu karena terdapat beberapa kardus bekas yang ada dibawah tempat ia melompat.
Para anggota BOT pun satu persatu melompat keluar dari rumah sakit tersebut. Namun tiba-tiba saat Lee mendarat dibawah..
“AAHHH!!” teriak Lee.
“Hei apa yang terjadi?” ucap Joe.
“Sepertinya kakiku terkilir” balas Lee.
“Sini mari aku bantu” ucap Joe.
Joe pun segera membatu Lee untuk berjalan. Sang orang misterius itu menginstruksikan para anggota BOT untuk mengikutinya. Akhirnya para anggota BOT pun mengikutinya ke sebuah saluran air bawah tanah yang sepertinya sudah lama tidak terpakai.

“Perkenalkan, namaku Ian” ucap sang sosok misterius tersebut.
“Terima kasih Ian, sebenarnya kau ini siapa?” balas Raka.
“Aku adalah anggota BOT. Yang sedang menjalankan misi untuk menyelamatkan para korban selamat serangan Jakarta” balas Ian.
“Misi? Misi apa?” balas Raka
“Misi itu adalah ‘OPERASI 66’. Kami ditugaskan untuk menyelamatkan serta mengevakuasi para korban dari sini. Namun ternyata kami menghadapi sebuah masalah yang cukup besar, kami dan para korban tidak sendiri” balas Ian.
“Apa maksudmu?” balas Raka yang semakin bingung.
“Mereka adalah para korban yang memberontak dan saling membunuh bahkan memakan satu sama lain, mereka adalah para korban yang tidak sabar menunggu bantuan dari pemerintah, sehingga memangsa sesama mereka. Mereka menyebut diri mereka ‘Kaum Pembantai’” ucap Tuan Putih secara tiba-tiba.
“Tuan Putih?! Jadi selama ini kau tahu?” tanya Raka yang sedikit emosi.
“Ya aku tahu, maafkan kami menutupi semua rahasia ini. Aku takut jika kalian sudah mengetahui sebelumnya, kalian pasti akan memilih mengundurkan diri”  balas Tuan Putih.
“DASAR BEDEBAH TUA! JADI SELAMA INI KAU MENIPU KAMI!” ucap Joe dengan sedikit emosi.
“Saat ini aku hanya bisa berkata maaf” balas Tuan Putih.
“Hei, tenanglah. Setidaknya kita tahu apa yang menunggu kita diluar sana. Jadi, sebenarnya transmisi apa yang terkirim dari pemancar sini?” ucap Raka.
“Sebenarnya itu adalah transmisi palsu yang BOT buat. Tujuan utama kalian disini adalah untuk membunuh ketua Kaum Pembantai itu, Rex.” ucap Tuan Putih.
“Sulitkah?” balas Tama.
“Tidak, sebenarnya tidak sulit untuk membunuhnya. Hanya saja akses menuju kesana yang sedikit sulit” balas Ian.
“Karena itulah kita membutuhkanmu Lee, untuk menyusup kedalam dan membukakan jalan untuk kami” balas Tuan Putih.
“Oh jadi seperti itu. Tidak masalah, itu memang keahlianku.” Balas Lee.
“Tapi, berhati-hatilah kalian semua dengan para bawahan Rex” ujar Ian.
“Ada apa memangnya?” ucap Raka.
“Rex dan beberapa timnya menciptakan sebuah serum yang berasal dari campuran gas bekas serangan bom dan beberapa bahan berbahaya lainnya. Sehingga membuat mereka lebih kuat dibanding manusia normal. Selain itu, mereka juga membuat pelindung dari baja yang cukup untuk melindungi diri mereka dari beberapa serangan peluru.” Ucap Ian.
“Tapi, apakah mereka mempunya kelemahan?” tanya Raka.
“Tentu saja, mereka mempunyai kelemahan. Salah satunya adalah dengan bom asap yang sudah diramu ulang seperti yang aku lempar tadi. Selain itu juga dengan menembak langsung ke kepalanya, karena pelindung kepala mereka tidak sekuat pelindung badan mereka.” Ucap Ian.
“Oh jadi seperti itu. Kalau begitu kita harus segera menyiapkan strategi.” Balas Raka.

Mereka pun segera menyiapkan segala persiapan untuk menyerang markas Kaum Pembantai. Senjata, taktik, hingga kendaraan mereka siapkan dengan barang bekas yang ada di sekitarnya. Tapi ada yang aneh dengan Raka, ia terus memikirkan keluarganya. Ia sangat berharap bahwa keluarganya masih hidup dan berada dengan para korban selamat. Tiba-tiba Ian datang mendekati Raka.
“Hei, apa kau tidak apa-apa?” tanya Ian.
“Iya, aku tidak apa-apa. Aku hanya terus memikirkan keluargaku, aku berharap mereka masih hidup.” Balas Raka.
“Aku berharap juga demikian.” Ujar Ian.
“Kau sendiri, apakah kau anggota BOT satu-satunya disini?” tanya Raka.
“Tidak, sebelumnya aku juga memiliki tim sama seperti kau. Namun, mereka satu persatu tewas dibantai secara mengenaskan. Hingga hanya aku yang tersisa.” Balas Ian.
“Maafkan aku bertanya seperti itu..” ucap Raka.
“Tidak masalah, aku sudah berlapang dada menerima kepergian mereka. Hei, bagaimana keadaan temanmu yang terkilir itu?” tanya Ian.
“Oh si Tama, ia sudah membaik. Ia sudah bisa berjalan dengan normal kembali” balas Raka.
“Baguslah kalau begitu, kita harus segera berangkat saat keadaan sudah gelap” balas Ian.

Malam pun tiba. Hujan kecil turut menemani mereka menyerang markas Kaum Pembantai. Mereka pergi menggunakan sebuah tank panser bekas perang dunia ke-3 yang sudah dimodifikasi. Ian pada supir, dan Joe yang menggunakan senapan mesin yang berada diatas mobil. Tanpa basa-basi, mereka langsung menabrak gerbang markas Kaum Pembantai. Para pembantai yang sedang berjaga pun kaget dan langsung menembaki kearah panser tersebut. Joe juga membalas tembakan dan berhasil membunuh banyak pembantai. Dirasa kurang, tiba-tiba Tuan Putih langsung membuka pintu belakang dan menembakan sebuah peluncur roket. BOOOMMM!!! Seketika keadaan sekitar langsung memerah akibat kobaran api yang besar.
“Hei Lee, cepatlah masuk melalui jalan diatas dan membukakan pintu utama untuk kami. Sementara kami akan menahan mereka dari sini!” ucap Ian.
“Siap! Akan aku segera laksanakan” balas Lee yang langsung pergi meninggalkan panser.
Para pembantai pun semakin banyak keluar dan menyerang panser. Perlawanan yang BOT lakukan pun juga keluar sepenuhnya. Banyak sekali para pembantai yang tewas akibat perlawanan yang dilakukan. Tiba-tiba pintu pun terbuka.
“Cepat kalian masuklah!” teriak Lee.
Para anggota BOT pun segera masuk kedalam ruang utama dan seketika langsung menutup pintu utama tersebut dari para pembantai.

Mereka pun langsung mencari dimana Rex berada, keadaan yang gelap cukup menyulitkan mereka mencarinya.
“Kau.. akan.. mati..” terdengar suara bisikan Rex.
“Hei payah! Cepatlah keluar! Tunjukkan wajahmu!” teriak Joe.
“Wajahku? Baiklah jika itu mau mu hahaha!!” tiba-tiba Rex memunculkan sosoknya dari kegelapan dan langsung mendekap Tama dari belakang dan menaruh sebilah pisau dilehernya.
“Sial!” ucap Tama.
“Lepaskan dia!” kata Raka.
Tanpa banyak bicara, Rex langsung menggorok leher Tama. Tanpa belas kasih ia menggorok leher Tama hingga hampir putus, dan langsung menggeletakannya dilantai.
“TIDAK!! APA YANG KAU LAKUKAN BEDEBAH?! KAU AKAN MENDAPAT PEMBALASANNYA?!” teriak Raka yang penuh emosi.
“Pembalasan? Aku adalah Tuhan disini, dan kalian semua akan mati! Hahaha!” Rex langsung pergi meninggalkan mereka.
Tiba-tiba para pembantai langsung masuk kedalam area tersebut. Namun Raka langsung berlari mengejar Rex, sementara yang lainnya menembaki para pembantai.
“HEI RAKA, JANGANLAH BERTINDAK GEGABAH!” ucap Tuan Putih.
“PERSETAN DENGANMU, AKU AKAN MEMBUNUHNYA!” balas Raka.


Raka pun langsung berlari mengejar Rex, namun ia tidak menemukannya. Tiba-tiba, Rex langsung menusuk Raka dari belakang. Raka berteriak kencang, ia juga melawan serangan dari Rex. Menggunakan pisau, ia langsung mengarahkannya ke arah wajah Rex. Namun Rex berhasil menghindar. Rex langsung mendekap Raka dan membantingnya ke tanah, lalu ia memukuli Raka dengan besi tanpa belas kasih secara berulang-ulang.
“Mana pembalasan yang kau bilang itu? Sudah kubilang, tidak ada yang bisa mengalahkanku haha!” ucap Rex. Lalu Rex berbalik badan dan mengambil sebuah besi tajam yang ingin ia gunakan untuk membunuh Raka. Namun, Raka tahu bahwa itu adalah kesempatan emas karena Rex sedang lengah. Ia segera mengambil pisaunya.
“Hei Rex” ucap Raka.
Rex pun membalikan badannya dan seketika Raka melempar pisau tersebut ke arah wajah Rex dan tepat mengenai mata kiri Rex. Kucuran darah pun mengalir cepat dari wajahnya. Raka pun segera bangun dan menghampiri Rex yang sedang tersungkur. Ia mengeluarkan sebuah pistol dari sakunya dan menempatkannya di mulut Rex.
“Hei Rex, jawablah pertanyaanku. Apakah Tuhan bisa berdarah?” ucap Raka.
Raka pun langsung menarik pelatuk pistol tersebut, dan DORR!! Timah panas yang keluar dari pistol tersebut langsung menembus kepala Rex dan beberapa isi kepalanya ikut berhamburan.

Raka lalu menyeret tubuh Rex ke tempat dimana para anggota BOT melawan para pembantai. Melihat ketuanya sudah dibunuh, para pembantai langsung pergi meninggalkan area tersebut dan beberapa dari mereka memilih bunuh diri.
“Tidak akan ada lagi pertempuran disini” ucap Raka.
“Kau benar” ucap Tuan Putih.
Mereka pun segera pergi meninggalkan tempat itu dan membawa mayat Tama pergi. Lalu mereka mengubur mayat Tama tersebut.
“Kau adalah orang yang baik Tama. Sungguh kau adalah orang yang baik” ucap Raka.
“Setidaknya, dia sudah tenang disana nak. Ia sudah beristirahat dengan damai” ucap Tuan Putih.

Para anggota BOT pun langsung menghampiri para korban yang selamat dan langsung mengevakuasinya. Raka tidak menemukan keluarganya. Ia pun terus mencari keseluruh tempat tersebut, namun tetap saja nihil. Tiba-tiba ia melihat sesuatu, dan ia hanya diam tertegun melihatnya.




SELESAI
http://nyunyu.com

Comments

Popular posts from this blog

[Full Album Download] Stand Up And Scream - Asking Alexandria

Kenapa Harus IMAX?

Blade Runner 2049 (2017) Review - Karya Para Maestro